Selasa, 05 Mei 2015

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENUMPANG ANGKUTAN UMUM



TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENUMPANG ANGKUTAN UMUM

Perlindungan hukum bagi penumpang adalah suatu masalah yang besar dengan persaingan global yang terus berkembang sehingga perlindungan hukum sangat dibutuhkan dalam persaingan global (Barkatullah, 2010:23).
Undang Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada Pasal 192 ayat (1) menjelaskan bahwa perusahaan angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang yang meninggal dunia atau luka akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau karena kesalahan penumpang.
D ilihat dari aspek perl indungan hukum bagi konsumen jasa angkutan, keadaan demikian sangat tidak ideal dan dalam praktek merugikan bagi konsumen, karena pada tiap kecelakaan alat angkutan darat tidak penah terdengar dipermasalahkannya tanggung jawab pengusaha kendaraan angkutan umum (Suherman, 2000 :163).

Angkutan Darat
Perlindungan hukum bagi penumpang angkutan umum di darat telah di atur dalam Undang Undang No. 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Peraturan tersebut yang menjadi pedoman untuk melindungi kepentingan penumpang jika hak nya ada yang dilanggar oleh penyedia jasa angkutan umum. Seperti pada pasal 234 ayat (1) Undang Undang Lalu Li ntas dan Angkutan Jalan yang secara garis besar menjelaskan bahwa pihak penyedia jasa angkutan umum wajib bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh penumpang yang diakibatkan oleh kelalaian pengemudi .
Pada prinsip-prinsip tanggung jawab ada salah satu disebutkan dimana prinsip tersebut di jelaskan pada Pasal 24 UndangUndang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan bahwa pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab apabila ia dapat membuktikan bahwa kerugian bukan timbul karena kesalahannya (Suherman 2000:167).

Angkutan Laut
Pengangkutan penumpang laut, udara dan darat ada dua macam tanggung jawab menurut hukum (TJH) yang dipikul oleh pengangkut, yaitu :
1. TJH terhadap penumpang yaitu menyangkut kecelakaan penumpang selama perjalanan yang disebabkan oleh kecelakaan alat angkut yang menyebabkan penumpang korban (luka-luka,cacat,meninggal).
2. TJH terhadap pihak ketiga (bukan penumpang), yaitu yang menyangkut kecelakaan pihak ketiga yang disebabkan oleh pengangkut yang bersangkutan.
Pengangkut bertanggung jawab atas kecelakaaan itu, maka pengangkut harus membayar ganti rugi kepada penumpang maupun non penumpang yang menderita kecelakaan sedangkan bila terjadi kecelakaan yang tidak mungkin dihindari oleh pihak pengangkut seperti kapal laut mengalami kecelakaan atau tenggelam yang disebabkan oleh angin topan dan gelombang besar maka pengangkut bebas dari tangggung jawab untuk membayar ganti kerugian kepada penumpang yang menjadi korban kecelakaan (purba 2000:331).
Melihat hal tersebut pentingnya adanya jaminan sosial seperti asuransi kerugian jasa raharja agar penumpang yang mengalami kecelakaan dapat menerima sumbangan yang mana di pungut dari para penumpang (iuran) dan sumbangan dari para pemilik kendaraan dalam mewujudkan pemberian jaminan sosial (purba 2000:332).
Perjalanan penumpang diwajibkan membayar iuran, yang disebut iuran Wajib, yang dimaksudkan sebagai suatu pertanggungan kecelakaan selama dalam perjalanan karena dengan membayar iuran wajib maka jika terjadi kecelakaan penumpang memperoleh santunan.
Iuran wajib besarnya berbeda-beda menurut jenis alat angkutan penumpang umum yang ditumpangi sedangkan besarnya santunan asuransi yang diberikan sama yaitu santunan asuransi kematian bagi ahli waris korban yang meninggal dunia, santunan asuransi untuk penggantian perawatan dan pengobatan sesuai dengan kuitansi asli darti rumah sakit, dokter dan apotik dan santunan asuransi untuk cacat tetap sesuai sifat atau tingkat cacat tetapnya menurut keterangan atau penetapan dokter yang berwenang.
Memungut iuran wajib dari para penumpang untuk setiap perjalanan ditugaskan kepada pengelola alat pengangkutan umum yang bersangkutan dan biasanya disatukan dengan sewa pengangkutan (harga tiket), kemudian iuran wajib yang dipungut itu disetorkan oleh pengangkut kepada PT Jasa Raharja (purba 2000:333).

Angkutan Udara
Dalam konvensi Warsawa 1929, menyebut pengangkut udara dengan istilah carrier, akan tetapi konvensi Warsawa tidak memberitahu suatu batasan atau definisi tertentu tentang istilah pengangkut udara atau carrier ini .
Pengangkutan udara adalah orang atau badan hukum yang mengadakan perjanjian angkutan untuk mengangkut penumpang dengan pesawat terbang dan dengan menerima suatu i mbalan.
Pengangkutan udara diatur dengan Undang Undang No 15 Tahun 1992 Tentang Penerbangan. Angkutan udara diadakan dengan perjanjian pengangkutan antara pihak penumpang dan tiket penumpang atau tiket bagasi merupakan tanda bukti telah terjadi perjanjian pengangkutan dan pembayaran biaya angkutan.
Achmad Ichsan menyebutkan bahwa pada Pasal pokok dari Ordonansi Pengangkutan Udara mengenai tanggung jawab pengangkutan udara dalarn hal pengangkutan penumpang adalah Pasal 24 ayat (1) yang berbunyi : akibat dari luka-luka atau jelas pada tubuh yang diderita oleh penumpang yang bila terjadi kecelakaan yang menimbulkan kerugian itu ada hubungannya, dengan pengangkutan udara dan terjadi di atas pesawat terbang atau selama melakukan suatu tindakan dalam hubungan dengan naik ke atau turun dari Pengangkut udara dianggap selalu bertanggung jawab, asal dipenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Pasal itu, syarat-syarat itu adalah sebagai berikut :
1. Adanya kecelakaan yang terjadi .
2. Kecelakaan ini harus ada hubungannya dengan pengangkutan udara.
3. Kecelakaan ini harus terjadi di atas pesawat terbang atau selama melakukan suatu tindakan yang berhubungan dengan naik ke atau turun dari pesawat terbang.
Undang Undang No. 15 tahun 1992 Tentang Penerbangan ada Pasal yang mengatur tentang tanggung jawab yang diatur dalam Pasal 43 ayat (1)
angkutan bertanggung jawab atas :
1. Kematian atau lukanya penumpang yang diangkut.
2. Musnah, hilang atau rusaknya barang yang diangkut.
3. Keterlambatan angkutan penumpang dan atau barang yang diangkut apabila terkait hal tersebut merupakan kesalahan pengangkut.

Persamaan perlindungan hukum angkutan umum di darat, laut dan udara
Perlindungan hukum angkutan umum baik di darat, laut maupun udara mempunyai aturan-aturan yang melindungi hak dari penumpang sebagai pemakai jasa, agar jika terjadi suatu hal yang menyebabkan kerugian dapat meminta pertanggung jawaban kepada penyedia jasa angkutan umum itu sendiri.
Achmad Ichsan merangkum peraturan khusus untuk tiap-tiap jenis pengangkutan yang diatur di dalam:
1. Pengangkutan Darat
Ketentuan di luar Kitab Undang Undang Hukum Dagang/ Kitab Undang Undang Hukum Perdata, terdapat di dalam: Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang No. 9 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
2. Pengangkutan Laut
1.  Kitab Undang Undang Hukum Dagang yaitu pada:
-        Buku II Bab V Tentang Perjanjian Carter Kapal.
-        Buku II Bab VA Tentang Tentang Pengangkutan barang-barang.
-        Buku II Bab V B Tentang Pengangkutan Orang.
2.  Ketentuan lainnya dapat ditemukan pada:
-        Undang Undang Nomor 22 Tahun 1992 Tentang Pelayaran
-        Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002 Tentang Perkapalan.
-        Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 Tentang kepelabuhan.
-        Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 33 Tahun 2001 Tentang Penyelenggaraan dan Penguasaan Angkutan Laut.

3. Pengangkutan udara; ketentuan peraturan perundang-undangan nasional yang mengatur tentang angkutan udara, antara lain:
-        Undang Undang Nomor 15 Tahun 1992 Tentang Penerbangan.
-        Ordonansi Pengangkutan Udara 1939 (luchtervoerordonanntie) Tentang Tanggung Jawab pengangkut udara.
-        Peraturan pemerintah Nomor 40 Tahun 1995 Tentang Angkutan Udara.
Aturan-aturan di atas dapat menjadi landasan hukum jika terjadi kecelakaan penumpang selama perjalanan yang disebabkan oleh kecelakaan alat pengangkut yang menyebabkan penumpang korban (luka, cacat, kematian), pengangkut wajib bertanggung jawab atas kecelakaan itu, maka pengangkut harus membayar ganti rugi kepada penumpang.

(diambil dari berbagai sumber)

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts